Jejak Kiai Petruk di Gunung Merapi
Suara Pembaruan, 17 April 2006
Masyarakat setempat mengenal Kiai Petruk, sebagai penunggu Gunung Merapi. Sewaktu-waktu, Kiai Petruk dapat turun gunung, dan jika akan turun gunung ia akan memberikan wangsit kepada tetua-tetua penduduk. Wangsit itu akan menjadi tanda akan meletusnya Merapi. Wangsit itu bisa menjadi sebuah peringatan dini dari sebuah bencana alam.
Tetapi saat ini peringatan dini bencana gunung api secara ilmiah sudah mengalami perkembangan yang pesat, khususnya untuk Gunung Merapi.
Sejumlah peralatan ditempatkan untuk memantau aktivitas Gunung Merapi. Sewaktu-waktu Kiai Petruk akan turun gunung, peralatan itu akan memberi tanda. Sejak 15 Maret 2006, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, menaikkan tiga tingkatan status aktivitas vulkanik Merapi dari aktif normal menjadi waspada. Padahal, Gunung Merapi baru meletus pada Februari 2001 dan pada 1994, awan panasnya yang dikenal masyarakat setempat sebagai wedhus gembel menjadi penyebab tewasnya 66 pen- duduk.
Sesuai dengan nama yang disandangnya, Merapi berarti gunung berapi. Meru berarti gunung dan api berarti api. Merapi dinobatkan menjadi salah satu gunung api yang paling aktif dan berbahaya di dunia. Gunung Merapi masuk dalam deretan 16 gunung paling aktif (decades volcanoes) oleh International Association of Volcanology and Chemistry of the Earth's Interior (IAVCEI) di dalam program International Decade of Natural Disaster Reduction (IDNDR) UNESCO, beberapa tahun lalu.
Primadona
Masyarakat sekitar pun sudah paham dengan tabiat Merapi ini, sementara bagi kalangan ilmuwan, gunung ini menjadi salah satu primadona untuk mengembangkan pengetahuan mereka. Hal ini karena tingginya aktivitas vulkanik serta relatif lebih lengkapnya catatan tentang Gunung Merapi. Merapi tumbuh pada titik potong deretan vulkanik selatan-utara (Ungaran-Telomoyo-Merbabu-Merapi) dan deretan vulkanik timur-barat (Lawu-Merapi-Sumbing-Sindoro-Slamet) di bagian tengah Pulau Jawa.
Dilihat dari proses pembentukannya, Bedhommier, seorang vulkanolog yang meneliti Merapi membagi menjadi empat tahap. Tahap pertama adalah masa pra-Merapi (lebih dari 400.000 tahun yang lalu) dengan terbentuknya gundukan yang saat ini disebut Gunung Bibi. Selanjutnya, terbentuk Merapi Tua pada 60.000 sampai 8.000 tahun yang lalu ditandai dengan pembentukan kerucut Turgo dan Plawangan. Pada 8.000 sampai 2.000 tahun yang lalu terbentuk bukit Batulawang dan Gajahmungkur dari aliran lava yang dihasilkan. Lalu, semenjak 2.000 tahun lalu hingga saat ini terbentuklah kerucut baru yang dinamai Gunung Anyar. Periode ini masuk dalam Merapi Baru.
Data Dasar Gunung Api Indonesia Tahun 1979 menyebutkan letusan Gunung Merapi mulai terdeteksi pada tahun 1006. Sejumlah peneliti menduga letusan itu sebagai penyebab perpindahan pusat Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Sampai letusan pada Februari 2001, Merapi sudah tercatat meletus sebanyak 82 kali. Rata-rata Merapi meletus dalam siklus pendek yang terjadi setiap dua tahun sampai lima tahun, tetapi Merapi juga memiliki siklus menengah setiap lima tahun sampai tujuh tahun. Siklus terpanjang pernah tercatat selama 71 tahun, saat Merapi istirahat antara tahun 1587 hingga 1658.
Tipe letusan Merapi merupakan tipe yang khas. Letusan Gunung Merapi selalu dilalui dengan proses yang panjang yang dimulai dengan pembentukan kubah, guguran lava pijar, dan awan panas. Kubah lava yang tumbuh di puncak dalam waktu tertentu akan runtuh terdesak magma. Guguran kubah ini akan disertai dengan lava pijar, dan dalam volume yang besar akan membentuk awan panas atau yang dikenal masyarakat sebagai wedhus gembel. Sejak diamati dengan seksama pada tahun 80-an, letusan Merapi selalu diawali dengan gejala peningkatan gempa vulkanik dalam, disusul munculnya gempa vulkanik dangkal sebagai pertanda bergeraknya magma ke permukaan. Selanjutnya akan diikuti dengan meningkatnya frekuensi gempa dan volume guguran. Proses ini menandai sedang terjadi pengembangan di puncak Merapi.
Gejala-gejala itu terekam BPPTK sejak Januari hingga pertengahan Maret 2006 dan meningkatkan status vulkanik Merapi. Peningkatan status itu berdampak pada pemberlakuan protokol mitigasi bencana gunung api. Berkaca dari pengalaman penanganan bencana di beberapa daerah di Indonesia yang selalu tidak terkoordinasi, saat ini pemerintah sepertinya tidak mau kecolongan lagi. Masyarakat umum diimbau tidak melakukan aktivitas di sungai-sungai Merapi dalam radius tujuh kilometer dari puncak Merapi. Selain itu puncak Garuda pun ditutup untuk pendakian.
Meskipun tidak berharap Kiai Petruk turun gunung, tetapi penguatan protokol mitigasi ini penting untuk meminimalkan dampak bencana. Selain itu, hal ini pun perlu diterapkan di daerah lain, mengingat Indonesia memiliki 129 gunung berapi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar